Hai...
Terima kasih sudah membuka surat ini. Asal kau tahu, aku melipatnya dalam keadaan gemetar seiring detak jantung yang terus menghentak dengan keras memompa darah melalui pembuluh vena dan arteri. Mengantarkan jutaan rasa dan denyut cinta yang aku tuliskan di surat ini ke seluruh tubuh. Dari kepala hingga mata kaki.
Denyut cinta?
Iya.. Maaf aku tak pernah melisankannya dihadapanmu. Hanya di surat inilah aku berani menuliskannya.
Karena bagiku, berada dalam jarak sejengkal dan menangkap matamu dari kejauhan. Bagiku sudah cukup.
Karena bagiku, ketika kaki kita berada di lantai yang sama dan kudengar suaramu di antara jedanya. Bagiku itu sudah membuat hariku berwarna.
Karena bagiku, ketika nafas yang kau hembus, bercampur dengan udara yang akan kuhirup dengan segera. Bagiku itu sudah membuatku bernyawa.
MAAF
4 huruf ini rasanya pantas sampai di matamu. Kata yang berasal juga dari hatiku. Bersandingan dengan rasa yang kurasa untukmu. Karena aku terlalu malu, terlalu pengecut, terlalu mengubur keberanianku. Hingga semua ini hanya terungkap lewat kata yang tergores dari jemariku, bukan kata yang keluar dari bibirku. Biarlah begitu. Aku hanya mengikuti naluriku, walau andai kau tahu, tanganku ingin sekali memelukmu.
Jika kau jengah dengan isi suratku. Bisa tolong kau buang saja? Biarlah ia menjadi potongan-potongan yang tersisa diterkam waktu. Dan biarlah rasa ini nanti akan aku kurangi sendiri dengan air dari mataku. Tapi, jika kaui memperkenankan aku menelusup hatimu. Bisa kau tekan nomorku? Menyalurkan suara merambati telinga dan jiwaku. Dan dengan segera aku akan menyusulmu.
Apapun jawabanmu, terima kasih atas putaran jam yang pernah kau bagi bersamaku disini, dan sumpah demi Tuhan,aku berterima kasih padaNya untuk mengenalkanmu padaku, lewat konspirasi alam dan waktu.
Salam dari aku. Pemuja yang bersembunyi dalam rasa malu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar